ESANDAR, Jakarta – Perdana Menteri Inggris Theresa May membuat para pejabat Uni Eropa (UE) yang frustrasi dengan usahanya untuk membuat merekalah yang harus melakukan langkah pertama dan membantunya menentukan jenis kesepakatan Brexit yang seharusnya dia cari sendiri.
Bahkan juru runding UE Michel Barnier saat ini terus mendesak Inggris untuk mengklarifikasi posisinya. Sejauh ini May telah meminta UE untuk mengemukakan gagasan tentang bagaimana hubungan masa depan antara kedua belah pihak dapat berjalan, demikian sebagaimana dilansir dari Bloomberg.
Barnier telah mengemukakan dengan tegas apa yang dia katakan pilihan bagi Inggris tentang Brexit adalah beberapa jalan bertangga atau bertahap. Tapi Tory atau Partai Konservatif masih terpecah dalam kesepakatan perdagangan seperti apa yang harus didapatkan dan konsesi apa yang tidak dapat diterima.
Perubahan sikap May pada masa transisi juga berisiko menjengkelkan lawan rundingnya di UE dan juga kalangan bisnis Inggris. Ada harapan di Brussels bahwa Inggris akan menerima hampir seluruh tawaran UE mengenai tenggang waktu dua tahun karena kalangan bisnis Inggris sangat ingin mengetahui hasil akhir dari kesepakatan itu sesegera mungkin agar mereka memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan yang dibutuhkan.
Baca juga : Kekhawatiran BREXIT Memberatkan Poundsterling Naik
Sementara itu Menteri Urusan Brexit David Davis mengatakan bahwa dia “santai” mengenai syarat-syarat transisi karena hanya dua tahun dan sejarah akan menilai pemerintah untuk kesepakatan akhirnya, bukan yang bersifat sementara. Para euroskeptis garis keras semakin vokal dalam oposisi mereka terhadap kesepakatan transisi karena mereka mengatakan bahwa mematuhi peraturan UE selama dua tahun sementara tidak memiliki suara dalam membuat keputusan tersebut akan membuat Inggris hanya menjadi sebuah negara bagian saja dari UE. Sebagian dari masyarakat Inggris sekarang hanya ingin melihat seperti apakah kesepakatan masa transisi tersebut.
Theresa May tampaknya harus mendengarkan para euroskeptis, apalagi sekarang posisinya terlihat lebih goyah dan dia tampaknya berusaha memanjakan pihak UE dengan mengorbankan kepentingan bisnis di negaranya. Inggris mengatakan kemarin bahwa mereka akan melawan UE mengenai masalah pengambilan keputusan dan mendorong kembali perubahan yang dibuat UE atas kesepakatan hak-hak warga negara.
Itu semua berisiko memperpanjang pembicaraan mengenai kesepakatan transisi yang menjadi prioritas nomor satu bagi kalangan bisnis Inggris, bahkan saat Davis terus mengungkapkan keyakinannya bahwa kesepakatan tersebut akan dapat diraih pada kuartal pertama. (Lukman Hqeem)