Harga emas

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Harga emas bergerak turun pada perdagangan hari Kamis (17/01). Bergulir dari posisi tertinggi dalam dua minggu yang diraih dalam perdagangan sebelumnya. Emas masih sulit menembus harga psikologis di $ 1.300.


Pernyataan Bank Sentral AS yang bernada kalem, memberikan dukungan bagi kenaikan harga emas saat ini. Seperti diberitakan, sejumlah pejabat bank sentral AS memilih untuk melakukan pendekatan yang lebih hati-hati dan bersabar dalam kenaikan suku bunga selanjutnya.


Sikap yang demikian ini, mau tak mau membuat dolar AS kehilangan pamornya. Sebaliknya, Emas akan kembali memiliki daya tarik sebagai aset surgawi. Sayangnya, disaat yang sama nafsu investor untuk membeli kembali aset beresiko, dalam hal ini Saham kembali naik.


Sejumlah laporan pendapatan emiten disektor teknologi mengecewakan, namun sektor keuangan mampu membalik keadaan. Bursa saham Global dan A.S. secara luas mengalami kenaikan. Hal ini membatasi laju penguatan harga logam mulia.

Harga Emas untuk pengiriman bulan Februari, turun tipis $ 1,50, atau 0,1%, ke $ 1,292.30 per troy ons. Pada perdagangan sebelumnya, harga menyentuh posisi tertinggi dalam dua minggu di $ 1.293,80. Dorongan kenaikan harga emas dipicu kekacauan politik baik di AS dan Inggris.


Bursa saham AS diperdagangkan sedikit lebih tinggi setelah penutupan perdagangan emas di bursa berjangka berakhir. Sementara Indek Dollar AS hanya sedikit berubah pada 96,088.

Dengan latar belakang ketidak pastian ekonomi politik yang berkelanjutan, emas memiliki potensi kenaikan harga yang berkesinambungan pula. Investor khawatir dengan penutupan sebagian layanan pemerintah federal AS, shutdown – yang kini memasuki hari ke 27. Terlama dalam sejarah pemerintahan AS.

Implikasi shutdown pada perekonomian domestik AS akan terasa, dimana berpotensi menimbulkan gangguan pertumbuhan ekonomi di kwartal pertama ini.

Dalam rilisan indikator ekonomi AS terkini yang termaktub dalam Beige Book Bank Sentral AS, menjelaskan aktifitas perekonomian domestik, terungkap sejumlah pesimisme di wilayah dengan volatilitas dan ketidakpastian politik saat ini.

Hasil yang demikian ini semakin memperkuat dorongan bagi para pejabat bank sentral AS untuk memangkas ekspektasi mereka akan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi pada 2019 ini.

Disisi lain, pasar keuangan juga menunggu langkah lanjutan dari Pemerintah Perdana Menteri Inggris, Theresa May terkait penyelesaian keluarnya negara itu dari Uni Eropa pada Maret mendatang. Theresa May secara tipis mampu selamat dari mosi tidak percaya pada hari Rabu di Parlemen, meski usulan Brexit yang disampaikan sehari sebelumnya tidak diterima. Hal ini membuat proses keluarnya Inggris akan semakin keras dan membuka peluang hard Brexit.

Kemungkinan tidak adanya tindakan The Fed tahun ini akan membantu mendevaluasi dolar terhadap saingan utamanya. Tetapi di sisi lain, fakta bahwa semua bank sentral utama lainnya sementara itu tidak terburu-buru untuk menaikkan suku bunga berarti tidak ada mata uang alternatif yang secara nyata bisa menjadi tujuan minat investor untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih baik. Jadi, dolar masih bisa mendapat dukungan kenaikan untuk sementara waktu. Sesuatu yang bisa menjadi sentiment negatif bagi harga emas.


Kondisi ini bisa berubah, jika ada kemajuan yang nyata dalam BREXIT. Sehingga memungkinkan Bank Sentral Inggris walaupun kecil, serta Bank Sentral Eropa untuk memulai melakukan pengetatan kebijakan moneter mereka. Hanya dengan begitu indeks dolar dapat mulai terpecah dan terdesak turun secara agresif. Sesuatu yang akan membuat harga emas meningkat.

Dengan demikian, harga psikologis di $ 1300 tetap menjadi target kenaikan selanjutnya. Bukan sesuatu hal yang sulit bagi emas untuk menjangkaunya dalam waktu dekat setidaknya dalam kwartal pertama tahun ini. (Lukman Hqeem)