Gubernur Bank Sentral AS, Jerome Powell. (Foto Istinewa)

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Selama dua tahun terakhir dengan hanya satu pengecualian kecil, Federal Reserve telah menaikkan suku bunga jangka pendek setiap tiga bulan sekali. Sekarang tampaknya kecepatannya akan diperlambat karena bank sentral AS secara resmi mengadopsi pendekatan yang lebih reaktif setelah rapat kebijakannya.


Konsensus para ekonom adalah bahwa Fed cenderung menaikkan suku bunga acuannya sebesar seperempat poin ke kisaran antara 2,25% dan 2,5% pada akhir pertemuan mereka tannggal 19 Desember besok. Sejauh ini pasar keuangan memiliki tingkat keyakinan lebih dari 75 % keputusan tersebut akan diambil.


Dalam skenario kenaikan suku bunga, Dot-Plot – Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell kembali menegaskan arti penting langkah itu. Meskipun sebagian besar ekonom berpikir para gubernur bank sentral AS ini akan seragam dalam memberikan pernyataan yang bernada dovish.


Setidaknya, pada titik tertentu diperkirakan kenaikan suku bunga baru bisa dilakukan pada Maret tahun depan. Dengan pertimbangan ini, The Fed akan melewati kenaikan suku bunga kuartalan diakhir tahun. Ini akan menjadi jeda sebagaimana harapan sebagian besar ekonom yang berpikir aka nada perlambatan dalam laju menaikkan suku bunga.

Harus disadari bahwa ini bukan akhir dari siklus pengetatan. Dengan kondisi tersebut, Indek Dow Jones turun hampir 6% sejak pertemuan tingkat suku bunga terakhir, The Fed mulai khawatir akan hal itu .


Powell sedianya akan menjelaskan bahwa the Fed tidak bersikukuh lagi pada laju satu kali lagi kenaikan suku bunga per kuartal, yang sudah dilakukan sejak 2017 dan sepanjang 2018. Dalam Dot – Plot The Fed yang akan datang, diharapkan hanya aka nada dua kali kenaikan, turun dari tiga kali sebagaimana proyeksi dibulan September. Pada sebuah pernyataannya, Powell menjelaskan bahwa The Fed kemungkinan akan menghapus bahasa panduan ke depan yang menyatakan “FOMC mengharapkan peningkatan bertahap lebih lanjut dalam kisaran target”.

Menyikapi pernyataan ini, Michelle Meyer, kepala ekonomi AS di Bank of America Merrill Lynch, mengatakan Powell harus terdengar meyakinkan tanpa terdengar hawkish. “Kata-kata kunci akan menjadi perhatian, kesabaran, risiko dan ketergantungan data,” kata Meyer. Pengurangan titik-titik itu akan dilihat sebagai “kapitulasi yang ramah pasar” dan pasar sudah mengantisipasi langkah dengan harga pasar saat ini yang menunjukkan kurang dari satu kenaikan pada 2019, jelas Meyer.


Sementara menurut Steven Ricchiuto, kepala ekonom di Mizuho Securities USA, “Powell berkedip”. Ada nada yang lebih moderat dari ungkapannya, ini menjadi bukti yang jelas bahwa para pembuat kebijakan telah mundur dari strategi kenaikan suku bunga agresif mereka, katanya. Tentu saja perkembangan ini menjadasi sinyal positif karena mengirimkan nada bahwa mereka tidak overtightening dan kurva imbal hasil tidak akan membalikkan, kata Ricchiuto.


Indikasi datangnya resesi ke AS, terbaca dari pola kurva terbalik antara imbal hasil jangka pendek Obligasi AS yang berada di atas imbal hasil jangka panjang. Kurva imbal hasil yang merata menjadi perhatian utama pasar.


Ada anggapan bahwa pasar bereaksi terlalu berlebihan dan membuat bursa jatuh seperti saat ini. Pasar terlalu bearish, padahal ekonomi cukup kuat. Namun wacana tentang penurunan suku bunga the Fed mulai muncul kembali. Ada perkiraan bahwa the Fed akan dipaksa untuk mulai memangkas suku bunganya pada tahun 2020 untuk menangkal resesi AS.


Presiden Donald Trump kembali menegaskan penentangannya terhadap kebijakan kenaikan suku bunga The Fed pada bulan Desember. Dalam sebuah kesempatan kepada Reuters, Trump menyatakan bahwa akan menjadi sebuah kesalahan bila The Fed (menaikkan suku bunga pada bulan Desember ini). (Lukman Hqeem)