Harga Emas

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Harga emas berjangka berakhir dengan kerugian pada hari Senin (10/12) dan berakhir mundur dari level tertinggi hampir lima bulan mereka menetap pada akhir pekan lalu, karena dolar AS menguat dengan mengorbankan Poundsterling Inggris. Logam Mulia untuk pengiriman bulan Februari di bursa Comex turun $ 3,20, atau 0,3%, untuk menetap di $ 1,249.40 per troy ons.


Harga mencapai penutupan tertinggi sejak Juli pada hari Jumat kemarin. Mencatat kenaikan secara mingguan terbesar sejak Agustus. Reli terjadi di tengah gejolak pasar yang mengirim bursa saham terguncang dan menekan imbal hasil Obligasi dan Dolar AS.

Koreksi harga terbatasi dengan adanya ekspektasi bahwa mungkin ada jeda dalam siklus kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve pada 2019. Jeda ini bisa menjadi lebih cepat dari yang diperkirakan.

Data ekonomi AS terkini menyebutkan adanya 155.000 lowongan kerja baru sepanjang bulan November. Angka ini terbilang cukup mampu menjaga tingkat pengangguran AS pada posisi terendah selama 49 tahun. Sayangnya, ekspektasi pelaku pasar lebih tinggi daripada itu. Bagi Wall Street, ini masih kurang tinggi dan belum memenuhi harapan mereka.

Dengan hasil angka payroll non-pertanian ini, mengurangi prospek kenaikan suku bunga Fed untuk 2019. Pada gilirannya akan merongrong kekuatan dolar AS dan memberikan dukungan bagi kenaikan harga emas termasuk komoditas fisik lainnya.

Indek saham AS pada hari Senin mengalami aksi jual, mendorong Indek S & P 500 dan Dow Jones ke wilayah negatif untuk tahun ini. Sementar Indek Indek Dolar AS, naik 0,7%, hampir menghapus kerugian secara bulanan.

Penguatan Dolar AS ini sebagai dampak melemahnya Poundsterling Inggris yang menyentuh posisi terendah dalam 20 bulan setelah Perdana Menteri Inggris Theresa May menunda pemungutan suara soal Brexit di Parlemen.

Dolar yang lebih kuat dapat membebani harga komoditas yang dinyatakan dalam Dolar karena membuatnya lebih mahal bagi pengguna mata uang dengan denominasi selain Dolar AS. Begitu juga sebaliknya saat melemah, akan memberikan dorongan kenaikan harga.

Sementara imbal hasil obligasi AS yang lebih tinggi juga bisa menjadi sumber sentiment negatif untuk komoditas seperti emas, mengingat sifat aset ini yang tidak menawarkan imbal hasil atau bunga. (Lukman Hqeem)