Harga emas tertahan oleh penguatan bunga obligasi AS

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Emas berjangka berakhir naik tajam pada hari Selasa (03/07), mencakar kembali dari penurunan stabil yang telah mendorong komoditas ini jatuh sejak awal pekan ini ke level terendahnya sejak Desember silam. Penguatan dolar menghentikan kenaikannya.

Harga Emas untuk kontrak pengiriman bulan Agustus naik $ 11,80, atau hampir 1%, menetap di $ 1,253.50 per troy ounce. Indeks Dolar Amerika Serikat, DXY turun 0,4% pada 94.613, melemah lebih rendah oleh Euro yang pulih karena Jerman menghindari krisis politik. Indeks masih naik 2,7% sepanjang tahun ini.

Penguatan Dolar AS ditengah tren kenaikan suku bunga Fed, menjadi sentiment negative pasar selama ini. Suku Bunga yang lebih tinggi menumpulkan daya tarik logam mulia yang merupakan aset tanpa bunga, sementara dolar yang lebih kuat membuat harga emas bagi investor yang menggunakan mata uang denominasi non dolar semakin tidak menarik.

Melemahnya Dolar AS pada hari Selasa sebagaia dampak aksi profit taking investor menjelang peristiwa-peristiwa penting dalam seminggu ini. Sejumlah peristiwa penting itu termasuk, pengumuman sejumlah data ekonomi Inggris, seperyi Indek Jasa PMI pada hari Rabu; risalah pertemuan FOMC terkini pada hari Kamis dan laporan ketenaga kerjaan pada bulan Juni pada hari Jumat.

Harga Emas yang dipatok dalam dolar telah turun karena ketidakpastian atas pertumbuhan ekonomi global dan kecemasan tentang meningkatnya perang dagang AS dan mitranya. Sejumlah faktor yang biasanya memberi tumpuan bagi harga logam mulia ini naik, kini terbebani.

Dalam jangka panjang, harga emas bisa saja masih akan dikisaran ini. Setidaknya ada dua faktor yang mendukung, harga saham sektor ini yang sudah “overvalued” dan tren kenaikan suku bunga AS.

Saham-saham penambang dan perusahaan logam industri saat ini bernilai cukup tinggi, mencerminkan ekspektasi akan perubahan struktural dalam pertumbuhan permintaan logam mulia. Cina sebagai konsumen terbesar dunia diharapkan melakukan perubahan tersebut. Sayangnya, melambatnya perekonomian negeri tirai bambu ini sebagaimana data ekonomi terkini, menimbulkan keraguan terjadinya perubahan itu.

Di tengah perselisihan perdagangan yang meningkat dengan AS, pertumbuhan sektor manufaktur Cina sedikit mendingin pada bulan Juni, survei pribadi menunjukkan awal pekan ini. Pertumbuhan ekonomi yang agak lebih lunak di Cina – sebagaimana dibuktikan oleh sedikit penurunan dalam PMI tidak resmi – dapat menjelaskan beberapa kelemahan dalam harga logam industri.

Meskipun emas termasuk salah satu dari beberapa komoditas tambang yang tidak terkait langsung dengan nasib investasi aset tetap Cina, namun karena Federal Reserve AS terus mengejar kenaikan suku bunga, harga prima tampak menurun. Inflasi yang lebih tinggi memang bisa mendorong harga emas naik, meskipun hal ini juga memperkuat tekad bank sentral dalam menaikkan suku bunga selekasnya.

Lika-liku perang dagang semakin mendesak, Presiden Donald Trump pada hari Minggu kembali mengancam akan memaksakan tarif otomotif global sebagai senjata terbesarnya mengekstraksi konsesi dari sejumlah mitra dagang. (Lukman Hqeem)