Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Pertumbuhan di negara berkembang Asia dapat melambat untuk kedua lainya di tahun ini secara berturut-turut dan kehilangan momentum lebih lanjut pada tahun 2020, demikian pernyataan terkini dari Bank Pembangunan Asia (ADB) pada hari Rabu (02/04). Peringatan ini menyusul naiknya risiko ekonomi dari berlarut-larutnya perang dagang antara AS – China dan masa depan Brexit yang kemungkinan akan berjalan secara “keras”.

Negara berkembang Asia, dalam hal ini adalah 45 negara di kawasan Asia-Pasifik, yang terkena dampak dengan perkiraan pertumbuhan hanya akan sebesar 5,7 tahun ini. ADB juga mengatakan dalam laporan Proyeksi Pembangunan Asia, bahwa ini lebih lambat dari pertumbuhan sebesar 5,9 persen pada 2018 silam dan 6,2 persen pada 2017.

Perkiraan untuk tahun 2019 ini mengalami penurunan dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,8 persen yang diutarakan pada bulan Desember. Sementara untuk tahun 2020, diperkirakan hanya akan tumbuh lebih rendah lagi sebesar 5,6 persen, paling lambat sejak tahun 2001.

Kepala Ekonom ADB, Yasuyuki Sawada mengatakan bahwa konflik perdagangan yang meletus atau memburuk antara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat dapat merusak investasi dan pertumbuhan di negara-negara berkembang Asia.

ADB juga mengutip ketidakpastian yang berasal dari kebijakan fiskal A.S. dan kemungkinan Brexit sebagai risiko terhadap prospeknya karena mereka dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi maju dan menutupi prospek ekonomi terbesar kedua di dunia.

“Meskipun kenaikan tiba-tiba suku bunga AS tampaknya telah berhenti untuk saat ini, pembuat kebijakan harus tetap waspada di masa yang tidak pasti ini,” kata Sawada.

Perekonomian China diperkirakan hanya akan tumbuh 6,3 persen tahun ini, kata ADB, tidak berubah dari proyeksi Desember, tetapi lebih lambat dari ekspansi negara itu 6,6 persen pada 2018. Pertumbuhan di daratan Cina diproyeksikan akan mendingin lebih jauh menjadi 6,1 persen pada 2020. Cina sendiri telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 2019 pada 6,0 hingga 6,5 ​​persen.

Menurut ADB, wilayah Asia Selatan akan tetap tumbuh tercepat di Asia Pasifik, dengan ADB memperkirakan ekspansi 6,8 persen tahun ini – lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,1 persen – dan 6,9 persen tahun depan.

Dari perkiraan pertumbuhan 7,0 persen pada tahun 2018, ekonomi India diproyeksikan akan berkembang pada laju yang lebih cepat yaitu 7,2 persen pada tahun 2019 dan 7,3 persen pada tahun 2020, ADB mengatakan, ketika tingkat kebijakan yang lebih rendah dan dukungan pendapatan kepada petani meningkatkan permintaan domestik.

Prakiraan pertumbuhan tahun ini untuk Asia Tenggara dipangkas menjadi 4,9 persen dari perkiraan sebelumnya 5,1 persen, karena pemberi pinjaman yang berbasis di Manila berharap Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand tumbuh lebih lambat dari yang diperkirakan sebelumnya. Tahun depan, Asia Tenggara diprediksi tumbuh 5,0 persen.

Mengutip harga komoditas yang stabil, ADB menurunkan perkiraan inflasi rata-rata untuk negara berkembang Asia menjadi 2,5 persen tahun ini dari 2,7 persen sebelumnya, dan diperkirakan akan tetap lemah di 2,5 persen pada tahun 2020. (Lukman Hqeem)